Your Ad Here

Wednesday, June 6, 2012

Sultan: Soegija Pemimpin yang Berintegritas

Sultan: Soegija Pemimpin yang Berintegritas
YOGYAKARTA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menilai, sosok uskup pribumi pertama Monsinyur Albertus Soegijapranata SJ sebagai pemimpin yang berintegritas. Di tengah tanggungjawabnya sebagai pimpinan umat Katolik, Soegijapranata tetap bersatu dengan masyarakat Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam catatan hariannya, Soegijapranata selalu berhubungan dengan para pejuang kemerdekaan, termasuk bagaimana beliau berkomunikasi maupun bertemu dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

"Dalam catatan hariannya, Soegijapranata selalu berhubungan dengan para pejuang kemerdekaan, termasuk bagaimana beliau berkomunikasi maupun bertemu dengan Sri Sultan Hamengku Buwono IX," kata Sultan, Rabu (6/6/2012) di Yogyakarta.

Sehari sebelumnya, Sultan menerima Produser Eksektif Film Soegija YI Iswarahadi SJ, produser Djaduk Ferianto, Murti Hadi Wijayanto SJ dan Tri Giovanni, serta beberapa pemain film ini, seperti Nirwan Dewanto dan Butet Kertaradjasa.

Iswarahadi mengatakan, Film Soegija mengajak masyarakat untuk mengenang dan belajar dari sejarah Indonesia pada kurun waktu tahun 1940-1949. Saat itu, Soegijapranata memperjuangkan bagaimana kemerdekaan Indonesia bisa diakui dunia internasional.

"Langkah itu dilakukan Soegijapranata melalui diplomasi diam atau silent diplomacy sehingga Vatikan menjadi negara barat pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia. Setelah itu, negara-negara barat lain juga terpengaruh untuk mengakui kemerdekaan Indonesia," papar Iswarahadi.

Pemeran utama Film Soegija Nirwan Dewanto mengatakan, film ini memiliki kontekstualitas dengan kondisi saat ini di mana republik ini dibentuk dari berbagai macam golongan yang memiliki sumbangan sangat besar dalam menegakkan kemerdekaan.

"Saat itu, Romo Kanjeng (Soegijapranata) di tengah kesulitannya secara tegas mendukung republik. Ini tindakan sangat berani dari seorang rohaniwan karena pada waktu itu ada anggapan kalau orang Katolik itu Belanda dan justru ketika itu Romo Kanjeng membuktikan sebaliknya," ujarnya.

Sisi paling menarik film ini bagi Nirwan adalah ketegasannya menampilkan semangat kebangsaan dan pluralisme. Poin ini sangat relevan dengan persoalan di Indonesia saat ini di mana kekerasan terhadap komunitas atau etnis tertentu masih sering terjadi.

"Film ini secara harafiah menyinggung persoalan Indonesia saat ini, contohnya kekerasan terhadap etnis Tionghoa yang hingga saat ini masih ada," kata Nirwan.

Sumber : KOMPAS.com

0 comments:

Post a Comment